Minggu, 20 Februari 2011

KERUSUHAN MESIR

Waspadai Dampak Kerusuhan Mesir

Kerusuhan Mesir terjadi dalam minggu terakhir bulan Januari 2011, Mesir diguncang oleh aksi demo keras yang semakin meluas. Gerakan diawali oleh para aktivis yang mengajak rakyat Mesir untuk melakukan gerakan bersama melawan kemiskinan, pengangguran, korupsi pemerintah, dan kekuasaan Presiden Husni Mubarak. Para demonstran mendesak Mubarak untuk mengakhiri kekuasaannya yang telah berlangsung 30 tahun, menuntut mundur Perdana Menteri Ahmed Nazif, serta menuntut pembubaran parlemen dan pembentukan pemerintah bersatu.

Gerakan demonstran yang dimulai pada hari tanggal 26 Januari yang merupakan hari libur nasional mereka lempar dengan tagline(hari kemarahan). Massa demonstran berbaris di pusat kota Kairo, menuju kantor partai yang berkuasa, Partai Demokrasi Nasional, serta Departemen Luar Negeri dan televisi negara. Protes serupa dilaporkan terjadi di kota-kota lain di seluruh negeri. Bentrokan akhirnya tak terhindarkan, polisi melemparkan gas air mata dan meriam air terhadap demonstran di Tahrir Square.

Kerusuhan meluas di Alexandria, kota Mansura di Delta Nil, Tanta dan di kota-kota selatan Aswan dan Assiut. Pada kerusuhan awal tiga pengunjuk rasa dan seorang perwira polisi telah tewas. protes terus di beberapa kota. Ratusan orang telah ditangkap, tetapi para pengunjuk rasa mengatakan mereka tidak akan menyerah sampai permintaan mereka terpenuhi. Kekerasan juga meletus di kota Suez , sementara di daerah Sinai utara, tepatnya di kawasan Sheikh Zuweid, suku Badui dan polisi terlibat aksi saling menembak, menewaskan seorang remaja berusia 17 tahun. Hal yang sama juga terjadi di Ismailia.

Tuntutan dan aksi yang dikatakan terilhami oleh demonstrasi yang berhasil menjatuhkan presiden tunisia itu terus dicoba dibubarkan oleh pemerintah. Sekitar 250 orang terluka, termasuk 85 polisi, setelah polisi antihuru hara menembakkan gas air mata. Citra kepolisian di Mesir terus merosot, sementara rakyat masih menghargai pasukan militer. Para pejabat keamanan menyebutkan hampir 1000 pemrotes ditahan. Pada tanggal 28 Januari internet dan SMS di Mesir mati, layanan jejaring sosial Facebook dan Twitter terganggu.

Pemerintah Mesir kini mendapat tekanan internasional yang lebih keras, termasuk dari negara sekutunya Amerika Serikat. Juru bicara Departemen Luar Negeri, Philip Crowley menyampaikan agar para pemimpin Arab bekerja sama dengan masyarakat mereka dalam melakukan reformasi atau dalam mencermati para ekstremis. Orang-orang di seluruh Timur Tengah-orang seperti di mana-mana-sedang mencari kesempatan untuk berkontribusi dan memiliki peran dalam keputusan-keputusan yang akan menentukan kehidupan mereka. Amerika Serikat adalah mitra Mesir dan orang-orang Mesir kini berada di dalam proses, yang percaya harus terungkap dalam suasana damai. Sementara Menteri luar negeri AS Hillary Clinton menyampaikan bahwa Amerika Serikat mendukung "hak fundamental menyatakan pendapat dan berkumpul bagi semua orang dan kita mendesak agar semua pihak menahan diri dan menahan diri dari kekerasan."

Kini, apa yang bisa dilihat dari kerusuhan di Mesir tersebut. Kerusuhan di Mesir merupakan sebuah awal gelombang protes masyarakat yang menginginkan perubahan menuju ke suatu kondisi yang lebih baik. Gerakan rakyat dikawasan tersebut dimulai di Tunisia, dan berhasil menumbangkan Presiden Zine al-Abidine Ben Ali pada bulan Januari ini. Setelah Mesir bergolak kemudian Yaman mulai bergetar. Puluhan ribu warga Yaman menggelar unjuk rasa di ibu kota Sana menuntut Presiden Ali Abdullah Saleh, yang telah berkuasa dalam 30 tahun terakhir, mundur. Presiden Saleh, yang dikenal sebagai sekutu Barat, menjadi pemimpin Yaman Utara pada 1978. Ia juga menjadi pemimpin negara ketika Yaman Selatan bergabung dengan Utara pada 1990. Terakhir kali ia terpilih kembali menjadi presiden pada 2006.

Kenapa gelombang protes bergulir dikawasan tersebut? Rakyat di ngara-negara tersebut menginginkan sebuah perubahan untuk melawan kemiskinan, pengangguran dan korupsi pemerintah. Demonstran ternyata tidak mampu diatasi oleh aparat kepolisian. Panser-panser pasukan keamanan telah diserbu dan dibakar oleh massa. Presiden Mubarak nampaknya belum berhasil mengatasi aksi keras demo yang terjadi. Dalam pidato di televisi, Mubarak berjanji akan melaksanakan reformasi politik dan ekonomi. Ia juga memerintahkan Kabinetnya mengundurkan diri dan berjanji untuk mengangkat Kabinet baru.

Di lain sisi Amerika sebagai negara pendukungnya bahkan menekan Mubarak agar tidak mengambil tindak kekerasan terhadap demonstrasi damai dan memulihkan pelayanan komunikasi dan internet yang telah diputuskan. Presiden Barrack Obama mengatakan telah menelepon Presiden Husni Mubarak agar mengambil langkah kongkrit untuk memenuhi reformasi yang telah dijanjikannya kepada rakyat Mesir. Kini para demonstran tidak memperdulikan jam malam dan terus menuntut agar Mubarak mengakhiri kekuasaannya yang sudah berlangsung 30 tahun itu. Gedung-gedung terus terbakar di Kairo dan tank-tank meronda jalan-jalan, yang mengakhiri hari yang penuh dengan kekerasan dan kekacauan di Mesir.

Dampak ke Indonesia

Apakah kaitan Tunisia, Mesir, Yaman dan Indonesia? Pemerintah pada era demokrasi kebebasan ini sebaiknya lebih waspada, tayangan media sudah tidak ada batas geraknya. Semua serba terbuka, semua disebut telah menjadi hak individu. Kebebasan menjadi milik rakyat di negara-negara yang menerapkan sistem demokrasi. Mesir dan Indonesia adalah negara dengan sistem demokrasi, kemiskinan adalah tuntutan di Mesir, sementara masalah kemiskinan bukanlah suatu yang asing di Indonesia. Berbicara soal korupsi, Mesir luluh lantak karena tuntutan demonstran soal korupsi, sementara di Indonesia masalah korupsi sudah bukan yang aneh lagi, beberapa kasus besar yang terakhir kasus Gayus dan ditangkapnya 17 politisi adalah gambaran serupa.

Perubahan, itulah kata bertuah yang mesti kita cerna bersama. Pemerintah tidak perlu memberikan janji dan angin surga kepada rakyatnya, letupan-letupan kecil mulai terasa di sini. Presiden SBY terlihat mulai dijadikan target utama, dan media dengan gembira menayangkannya. Bukankah sesuatu yang besar dimulai dari yang kecil? Bagaimana dengan Amerika, yang selalu mendukung penuh negara yang mau menerapkan sistem demokrasi? Begitu terjadi aksi protes yang keras, kasar dan meluas terhadap pemerintahan demokratis di sebuah negara, maka kata-kata standar akan dikeluarkan, agar jangan menggunakan kekerasan kepada demonstran. Mereka mendukung rakyat, begitu basa-basinya.

Pelajaran yang bisa kita petik dari kasus Tunisia, Mesir, dan Yaman adalah kita harus bisa bersama-sama menjaga negara kita, yang berkuasa mengemban amanah seperti yang diharapkan rakyat, tidak perlu janji dan ucapan yang sangat tidak disukai rakyat. Kita mesti waspada, banyak yang berambisi di Indonesia, dan banyak yang menginginkan agar kita ribut, tidak stabil dan tetap bodoh. Tujuannya hanya satu, orang bodoh tetap mudah ditipu. Demikian juga bagi orang pintar yang tidak memerintah, perlu disadari bahwa sebagian besar rakyat kita tidak pintar, mudah terprovokasi, kerusuhan hanya menunggu waktu apabila para elit tidak segera berbenah diri dan berupaya menjaga perkataan.

Indikasi Mesir yang mirip dengan Indonesia sudah hampir lengkap tercatat, oleh karena itu kita harus waspada, tidak ada yang bisa menolong kecuali diri kita sendiri. Kita tidak bisa mengharapkan pertolongan negara lain, mereka hanya mau kita menurut apa kata sistem mereka, ikut cara mereka, karena itulah kepentingan mereka. Yang terakhir mereka juga yang mendapat untung. Apabila terjadi sesuatu di Indonesia, maka mereka akhirnya hanya akan melakukan tekanan agar pemerintah tidak begini dan begitu kepada rakyat.



Referensi:http://internasional.kompas.com/read/2011/01/30/15561340/Waspadai.Dampak.Kerusuhan.Mesir